Sekarang, penyakit apa kira-kira yang bersarang di tubuh kebanyakan manusia ? Mungkin penyakit yang banyak bersarang dalam diri kita adalah penyakit "hubbud dunya" atau terlalu cinta pada dunia. Harta, gelar, jabatan, pangkat, kedudukan, popularitas, pujian, penghargaan, siapapun yang terlalu cinta atau kesengsrem kumat penyakitnya. Sepanjang bangsa ini menganggap orang kaya itu sukses, siap-siap orang jadi kaya tanpa peduli halal dan haramnya. Sepanjang bangsa ini menganggap orang yang bergelar adalah sukses, jangan heran bila dalam waktu satu bulan dia mendapat sepuluh gelar dihadapannya. Kalau menjadi populer dianggap sebuah kesuksesan, tidak usah heran ada orang yang rela menggadaikan dirinya demi popularitas. Kalau kedudukan dianggap kesuksesan, jangan heran kalau banyak orang jadi akrab dengan dukun gara-gara rindu kedudukan. Padahal kalau memang dukun itu pinter, dia saja yang menjadi pejabat. Tidak salah orang menjadi kaya, bukan salah bergelar dan berpangkat, kalau saja pribadinya lebih mulia dari harta dan kedudukannya.
Ciri orang yang berpenyakit cinta dunia di antaranya adalah ketika dalam mencari dunia tidak peduli halal haram. Ada yang mengibaratkan seorang pecinta dunia itu seperti bocah kecil yang masih ingusan. Seorang bocah ingin petasan, dia menangis menjerit-jerit: "Mama, minta uang!". Kata Mamanya: "Tidak boleh!". Tapi anak itu terus menangis, merengek-rengek dan akhirnya sang mama iba lalu memberinya. Tiba-tiba dia gembira, kemudian dia lari pergi ke pasar membeli petasan sampai bersimbah keringat. Sesudah dia dapatkan petasan yang dia inginkan, dia lari sampai tidak lihat jalan akhirnya dia jatuh, sampai lututnya berdarah tapi masih gembira karena petasannnya tidak rusak. Sesampainya di rumah ketika petasan mau dibakar, dia tidak berani membakarnya dan disuruhlah orang lain untuk menyalakan petasannya. Dan ketika petasan dinyalakan dia sendiri menutup telinga sehingga tidak mendengar. Begitulah pecinta dunia, ibarat seorang anak kecil yang minta dibelikan petasan. Hidupnya pontang-panting pergi pagi pulang malam mencari harta dan ketika sudah didapat dia sendiri tidak menikmati bahkan tidak jarang disiksa oleh hartanya karena takut hilang.
Ciri selanjutnya adalah takabur. Ketika belum punya biasa-biasa saja tapi ketika sudah punya jabatan jadi sombong. Tas saja sudah tidak kuat membawa sendiri, harus dibawakan orang lain. Kursi ingin beda dengan yang lain, harus lebih besar. Segalanya ingin dibedakan, penampilan ingin beda seakan-akan kedudukan mengangkat derajat. Padahal tidak jarang orang jadi terhina justru karena kedudukan.
Ciri lainnya adalah suka pamer. Kerinduan ingin dipuji membuat tidak realistis, jadi banyak bohong, membuat lebih besar pasak daripada tiang. Kenapa jadi banyak cicilan ? Kadang kala justru karena ingin dipuji orang. Penghasilan berapa saja tetap kurang, penghasilan sejuta nyicil motor, penghasilan lima juta jadi nyicil mobil, tetap saja tekor. Makanya sepanjang kita masih menjadi manusia tukang pamer, kita tidak bisa sembuh dari penyakit cinta dunia. Fitrah manusia adalah suka akan keindahan, tapi bukan berarti jadi diperbudak oleh keindahan.
Berikutnya adalah dengki. Dengki itu senang melihat orang lain susah dan susah melihat orang lain senang. Orang lain naik pangkat dia naik tensi. Belum lagi minder, orang yang minder diperbudak oleh rasa malu yang berlebihan. Punya rumah merasa rumahnya paling kecil, paling jelek sehingga ketika ada temannya yang ingin bertamu ke rumahnya dia tegang. Dia menderita bukan karena tidak punya tapi karena tidak mensyukuri yang ada.
Inilah penyakit-penyakit kita. Mudah-mudahan kajian ini akan menyajikan secara sederhana bagaimana caranya bangkit, karena ternyata kenikmatan dan keindahan hidup hanya milik orang yang berhati bersih. Semoga Allah yang Maha menatap menggelorakan tekad selalu ingin menjaga kebeningan hati. Karena hati yang bening inilah yang membuat hidup ini manjadi lebih indah, lebih bermakna, dan lebih bermanfaat tidak hanya bagi dunia tapi juga bagi akhirat kelak. Belajarlah menikmati hidup dengan beningnya hati.
Allah Maha menatap, Maha mendengar, Maha Mengetahui apapun yang kita perbuat. Dunia hanyalah tempat mampir, betapa banyak orang yang terpesona terhadap silau dunia ini, betapa banyak orang yang terpedaya oleh harta, tertipu oleh nafsu, betapa banyak orang yang tergelincir menjadi ahli maksiat karena syahwat.
Tidak ada yang bisa merubah diri sebelum kita sendiri yang berani merubahnya. Tidak akan bisa kita merubah diri, sebelum kita berani jujur melihat kekurangan diri sendiri. Andai saja kita mau jujur, pujian yang datang kepada kita tidak pernah ada yang sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Allah menutupi aib, Allah menutupi kekurangan kebusukan kita sehingga orang lain terkecoh memuji diri kita ini. Andai saja kita mau jujur, penghinaan yang datang jauh lebih sederhana di banding kenyataan yang sesungguhnya. Sayang kita sering menipu diri kita sendiri. Kita bersembunyi di balik penampilan yang bagus, padahal kita busuk. Kita bersembunyi di balik mobil yang mahal, padahal kita begitu murah, kita begitu sering bersembunyi kedudukan yang tinggi padahal perilaku kita begitu rendah.
Tidak akan pernah kita menikmati hidup ini, jikalau diri sendiri saja sudah kita tipu. Apa yang tersisa pada diri ini andai melihat diri sendiri saja sudah tidak mampu. Kinilah saatnya kita merubah diri kita, kita ubah diri kita, kita ubah saudara-saudara kita, kita capai kebahagiaan hakiki dengan mengawali merubah diri kita sendiri. Andai kata perkataan dan perbuatan kita tidak sama, maka itulah yang akan menghinakan kita.
Mau tidak mau akan datang saat kita pergi dari dunia ini. Dunia hanyalah tempat mampir, sudah banyak orang sebelum kita yang mampir dan kini telah tiada menjadi tulang belulang di makan tanah, dikunyah belatung. Kita harus bersiap, hidup hanyalah mampir, kekayaan hanyalah sekedar titipan yang tidak pernah kita bawa. Sejenak saja kita mengaku-aku milik kita. Mau dibawa kemana? Dari dulu dunia tetap disini dan akan tetap di sini. Jangan sampai tertipu oleh dunia ini. Dunia hanyalah tempat mampir, Allahlah tujuannya. Allahlah tujuan akhir kita.
0 komentar:
Posting Komentar