Terbakar semangat untuk mengubah nasib, enam bulan setelah menjadi tukang gorengan, Ia banting stir. Ia menggelar lapak di seberang Universitas Sahid Jaksel, dan mulai jualan ayam bakar.
Dengan penuh kesabaran dan keuletan, digelutinya profesi baru tersebut. dari 5 ekor perhari menjadi 20, 30 sampai 80 ekor. tiba-tiba lapaknya kena gusur untuk dijadiakan POM bensin.
Menyadari cobaan adalah bagian dari jalan sukses, Mas Mono kembali bangkit dan berjualan di tempat lain. ketika usaha mulai bangkit kembali, cobaan menghantam, usahanya nyaris bangkrut karena wabah flu burung yang melanda Indonesia. Namun Ia sadar bahwa setiap ikhtiar pasti ada ujiannya sebelum meraih kesuksesan. maka ia jalani terus usahanya sambil menigkatkan amal ibadah, misalnya setiap 10 % keuntungan dijadikan dana sosial. ABMM pun memberi korting 100 % untuk pelanggan yang berkunjung tepat di hari kelahirannya.
Menyimak uraian Ust.Yusuf Mansyur tentang sedekah, Mas Mono tercerahkan bahwa sedekah bukan sekedar zakat (sedekah wajib). BOS ABMM pun giat bersedekah, termasuk mendukung program PPPA Daarul Qur’an.
Hasilnya, seperti yang dia katakan,” Sedekah top tenan.” kini, selain mengelola 20 outlet ABMM yang berpusat di Tebet 57 Jakarta Selatan, Mas Mono juga mengembangkan bisnisnya ke usaha lain seperti catering dan warung “Bakso Moncrot”. salah satu klien cateringnya adalah sebuah perusahaan TV swasta nasional.
1 komentar:
wih nice artikel ni gan,
ayamnya emang enak bgt,
apalagi estelernya,,hmm maknyus,,
Posting Komentar